Bolehkah Ketika Umroh dan Haji Pakai Baju Berwarna?

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam mengerjakan ibadah haji maupun umroh, ada tata langkah penyelenggaraan dan juga ketentuan busana dimana dikenakan. Bagaimana ketentuan berbusana ketika|waktu ibadah haji alias umroh untuk laki-laki dan wanita? Bolehkah wanita memakai busana berwarna (selain hitam dan putih) ketika|waktu umroh dan haji?

Guru Diniyah Ibnu Hajar Boadam|bentala|buana|bumi|dunia|globe|jagat|tanahng School, Jakarta, Ustadz Irfan Helmi bilang busana haji alias umroh bagi laki-laki adalah berbentuk|berwujud dua kain ihram. Sedangkan untuk wanita ialah busana dimana menutupi semua|segenap auratnya selain muka dan telapak tangan. 

Dalil busana haji alias umroh laki-laki ini berasas hadist riwayat Bukhari. Yaitu, ada seseorang berbicara kepada Nabi Muhammad SAW, "Ya, Rasulullah, bagaimanakah busana dimana sewajibnya dikenakan oleh orang berihram?”.

Kemudian Rasulullah menjawab, “Tidak boleh mengenakan kemeja, surban, celana panjang, kopiah, dan sepatu, selain bagi orang dimana tidak meraih sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaklah dia pangkas sepatunya tersebut sampai di bawah mata kaki. Hendaklah tidak memakai busana dimana diberi za’faran dan wars”.

Za’faran dan wars adalah sejenis wewangian. “Jadi mengenakan busana terus dikasih wewangian, itu ndak (tidak) boleh,” kata Ustadz Irfan ketika|waktu dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu kemudian.

Jadi dengan demikian, berdasarkan Ustadz Irfan, laki-laki dilarang mengenakan busana dimana berjahit. Contohnya adalah kemeja, kaus dalam, celana dalam, alias celana pendek. 

Selain itu juga tidak boleh memakai topi, peci, namun boleh memakai payung. Ustadz Irfan menyebut apalagi sebagian ustadz membolehkan payung kepala kecil, kkawasan|lapangan|lingkungan|lokasi barang itu sebagai peneduh, lain penutup kepala. 

“Yang dilarang dalam hadist itu penutup kepala,” ujarnya. 

Sementara itu, wanita dimana sedang ihram dilarang mengenakan sarung tangan dan memakai penutup wajah. Penutup wajah di sini contohnya cadar dan masker dimana sengaja dipakai untuk menutup wajah. 

“Kalau dia misalnya kkawasan|lapangan|lingkungan|lokasi pertimbangan kesehatan disuruh master pakai masker, ya itu lain besar-besaranah. Itu kkawasan|lapangan|lingkungan|lokasi aspek kesehatan,” kata Ustadz Irfan. “Kalau kata master boleh dilepas, hendaknya dilepas”.

Ustadz Irfan selanjutnya bilang penutup wajah dikecualikan jika dia seorang wanita dimana biasa memakai niqab alias cadar, kemudian berada di tengah kerumunan laki-laki dimana lain mahramnya, maka dia tutupkan wajah itu dengan jilbabnya padahal dia sedang ihram, maka dimana seperti ini tidak besar-besaranah. Tetapi norma asalnya tidak boleh memakai penutup wajah dan tidak boleh mengenakan sarung tangan. 

Adapun untuk warna, Islam tidak mengatur secara spesifik. Begitu juga dengan bahannya.

“Adapun untuk warna itu Islam tidak mengatur secara spesifik ya. Mau pakai warna putih, kuning, merah, hijau alias dari bahan apa pun, gitu ya. Ya, enggak wajib katun misalnya, alias dimana lain boleh,” kata dia. 

Yang penting, Ustadz Irfan menambahkan|terlebih|terlebih, busana itu tidak diberi wewangian, selain jika wewangiannya dari binatu.

“Jadi kain ihram itu rupanya sudah wangi kkawasan|lapangan|lingkungan|lokasi laundry, kan ada kan? Nah itu boleh jika itu, jadi lain dari sengaja dikasih minyak wangi,” ujar Ustadz Irfan. 

“Tapi, jika mau lebih hati-hati, enggak usah saja untuk (wewangian laundry) kain ihramnya. Itu lebih baik,” katanya lagi.